Senin, 07 September 2009

PERANAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

A. Pendahuluan
Gerakan Reformasi 1998 telah membawa angin perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan pemerintahan yang sentralistis dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah digantikan dengan pemerintahan yang desentralistis. Artinya sejumlah wewenang pemerintahan diserahkan oleh Pemerintah kepada daerah otonom, kecuali urusan pemerintahan yang meliputi politik luar negeri, pertahanan,keamanan dan yustisi yang tetap menjadi kewenangan Pemerintah. Prinsip otonomi daerah menekankan pada pemberian kewenangan pemerintahan kepada pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menjadi kewenangannya dalam kerangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, daerah otonom berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas kepada daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelembagaan Otonomi daerah bukan hanya diartikulasi sebagai a final destination (tujuan akhir), tetapi lebih sebagai mechanism (mekanisme) dalam menciptakan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan sendiri oleh daerah otonom. Di antara prasyarat yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut adalah pemerintahan daerah harus memiliki teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power); memiliki pendapatan daerah sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah.
[1]
Menurut UU No. 32 Tahun 2004, badan perwakilan (local representative body) yang kita kenal dengan nama DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota) memiliki beberapa fungsi dan salah satunya adalah fungsi legislasi sebagai wahana utama untuk merefleksikan aspirasi dan kepentingan rakyat (publik) dalam formulasi peraturan daerah. Salah satu sarana dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan adalah dibentuknya Peraturan Daerah. Dengan kata lain Peraturan Daerah merupakan sarana yuridis untuk melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan tugas-tugas pembantuan. Dalam Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah angka 7, antara lain mengemukakan: “Penyelenggaraan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam peraturan daerah.
Perubahan konsepsi dalam pengimplementasian fungsi legislasi pada tataran pemerintahan pusat
[2], sekaligus berimbas pada pengimplementasian fungsi legislasi pada tataran pemerintahan daerah. Jika pada saat berlakunya UU No.5 Tahun 1974 berkaitan dengan legislasi dinyatakan, bahwa: Kewajiban DPRD bersama-sama Kepala Daerah menyusun Peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang yang diserahkan kepada Daerah. Dalam konteks fungsi legislasi di bawah UU No. 5 Tahun 1974 ada dua catatan penting, yakni; Pertama, peran DPRD dalam membentuk Peraturan Daerah adalah merupakan kewajiban. Kedua, DPRD merupakan bagian dari pemerintah daerah, sehingga Peraturan Daerah ditanda tangani bersama-sama Kepala daerah dan DPRD[3].
Salah satu fungsi Dewan Perwaklan Rakyat Daerah adalah fungsi legislasi. Fungsi legislasi DPRD yang merupakan fungsi untuk membentuk peraturan daerah bersama Kepala daerah. Dibentuknya peraturan daerah sebagai bahan pengelolaan hukum di tingkat daerah guna mewujudkan kebutuhan-kebutuhan perangkat peraturan perundang-undangan guna melaksanakan pemerintahan daerah serta sebagai yang menampung aspirasi masyarakat yang berkembang di daerah. Berkenaan dengan hal tersebut, perlu dilihat bagaimana peranan fungsi legislasi DPRD dalam pembentukan peraturan daerah.

B. Perumusan Masalah
Berpijak pada uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu: “Bagaimanakah peran fungsi legislasi DPRD dalam pembentukan Peraturan Daerah ?

C. Pembahasan
1. Kedudukan, Tugas dan Fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur Lembaga Pemerintahan Daerah. Sebagai Unsur Lembaga Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki tanggung jawab yang sama dengan Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan roda pemerintahan daerah. DPRD adalah mitra kerja dan memiliki kedudukan yang sejajar dengan Pemerintah Daerah.
Dalam kedudukannya tersebut, DPRD dilengkapi dengan beberapa fungsi, yaitu:
1. Fungsi Legislasi, yaitu fungsi membentuk Peraturan Daerah yang dilakukan bersama-sama Kepala Daerah.
2. Fungsi Anggaran, yaitu bersama Kepala Daerah menyusun dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) tiap tahun.
3. Fungsi Pengawasan, yaitu melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Undang-undang, Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.
Sesuai dengan Pasal 10 UU Susduk DPRD memiliki Tugas dan Wewenang sebagai berikut:
1. Membentuk Peraturan Daerah yang dibahas bersama Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama.
2. Menetapkan APBD bersama Kepala Daerah;
3. Melaksanakan Pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang-undangan lainnya, Keputusan Kepala Daerah, Pelaksanaan APBD, Kebijakan Kepala Daerah dalam pelaksanaan kerja sama internasional di daerah;
4. Memberi persetujuan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana kerjasama internasional yang dilakukan pemerintah daerah;
5. Meminta Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam pelaksanaan tugas desentralisasi;
6. Tugas-tugas lain yang diberikan oleh Undang-undang. Contohnya: melakukan uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID).
Selain tugas dan fungsi kelembagaan DPRD sebagaimana disebutkan diatas, ditentukan pula bahwa anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai hak-hak sebagai berikut, antara lain: hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Anggota DPRD juga memiliki hak mengajukan Rancangan Perda, mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, membela diri, hak imunitas, serta hak protokoler.
Hak- hak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
[4]
1. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berhak meminta pertanggungjawaban kepala daerah mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berhak meminta keterangan kepada pemerintah daerah mengenai suatu kebijakan yang ditempuhnya, dan/atau sesuatu keadaan yang terjadi di daerahnya.
3. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berhak mengadakan penyelidikan mengenai terjadinya penyimpangan pelaksanaan peraturan perundang - undangan, atau kebijakan daerah, sehingga menimbulkan kerugian bagi daerah dan/atau masyarakat.
4. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan usul mengadakan perubahan atas rancangan peraturan daerah.
5. Beberapa orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan usul pertanyaan pendapat.
6. Beberapa orang anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dapat mengajukan pra-rancangan peraturan daerah yang mengatur sesuatu urusan daerah, sebagai usul prakarsa (inisiatif).
7. Dalam setiap tahun anggaran, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menentukan anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), baik penetapan maupun perubahan.
8. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menentukan sendiri peraturan tata tertibnya.
9. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam melaksanakan tugasnya berhak meminta keterangan kepada pejabat negara, pejabat pemerintahan, warga masyarakat, untuk memberikan keterangan mengenai sesuatu hal perlu ditangani, demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan dan pembangunan.
10. Hak mengajukan pertanyaan mengenai sesuatu permasalahan tertentu disampaikan kepada Pimpinanan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) secara tertulis, singkat dan jelas disertai nama dan tanda tangan penanya serta fraksinya.

Dalam menjalankan tugasnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) mempunyai kewajiban yaitu :
[5]
1. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menaati segala peraturan perundang - undangan.
2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelengaraan pemerintahan daerah.
3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah.
5. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
6. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan.
7. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggung jawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya.
8. Menaati Peraturan Tata Tertib, Kode Etik, dan sumpah / janji anggota DPRD.
9. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.


2. Peranan Fungsi Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan Daerah
a) Peraturan Daerah sebagai Produk Hukum Legislatif Daerah
Ada tiga hal penting yang harus diatur oleh para wakil rakyat melalui parlemen, yaitu (i) pengaturan yang dapat mengurangi hak dan kebebasan warga negara, (ii) pengaturan yang dapat membebani harta kekayaan warga negara, dan (iii) pengaturan mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh penyelenggara negara.
[6] Semua peraturan Perundang-undangan yang normanya menyangkut materi muatan di atas, maka harus dibentuk dengan produk hukum legislatif (legislative act), apakah itu Undang-Undang, ataukah Peraturan Daerah.
Dalam praktek dikenal tiga macam norma hukum yang dibentuk oleh negara. Ketiga norma hukum tersebut adalah :
(1) Produk atau norma hukum yang dikategorikan sebagai peraturan perundang-undangan;
(2) Produk hukum yang dikategorikan sebagai keputusan atau beschikking (bersifat administratif, konkret, dan individual), pengujian produk hukum ini dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara.
(3) Produk hukum yang dibentuk oleh pengadilan (berupa putusan pengadilan, bersifat penghakiman), Pengujian produk hukum ini dilakukan melalui prosedur upaya hukum, baik upaya hukum biasa (Verzet, Banding dan Kasasi) maupun upaya hukum luar biasa (Peninjauan Kembali).
Peraturan perundang-undangan merupakan norma hukum yang bersifat mengatur (regelling) yang keberlakuaanya tidak bersifat individual (berlaku umum). Perturan perundang-undangan juga merupakan norma hukum yang bersifat abstrak, baru kemudian apabila diwujudkan dalam suatu keputusan (beschikking) atau putusan pengadilan (vonnis) akan menjadi norma hukum yang bersifat konkrit.
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No.10 Tahun 2004 disebutkan bahwa jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan terdiri dari: 1). UUD 1945, 2). UU/Perpu, 3). Peraturan Pemerintah, 4). Peraturan Presiden, 5). Peraturan Daerah, yang terdiri dari tiga jenis, yaitu: Perda Provinsi, Perda Kabupaten/Kota dan Peraturan Desa. Ketentuan dalam ayat (1) tentang jenis tersebut masih diperluas dengan ketentuan ayat (4), yang mengakui keberadaan peraturan-peraturan perundang-undangan lain, selain jenis peraturan sebagaimana diuraikan dalam ayat (1), misalnya Peraturan Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan DPRD,dan lain sebagainya.
[7]
Peraturan Daerah adalah
Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/walikota). Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
b) Fungsi Legislasi DPRD Dalam Pembentukan Perda
Fungsi legislasi merupakan fungsi dari parlemen untuk membentuk produk hukum yang berfifat mengatur (regelende functie), ini berkenaan dengan kewenangan untuk menentukan peraturan yang mengikat warga negara dengan norma-norma hukum yang mengikat dan membatasi.
Dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 10 Tahun 2004, Pembentukan Peraturan Daerah pada dasamya dimulai dari: tahap perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, Perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Kedelapan tahapan tersebut adalah prosedur baku yang harus dilewati oleh setiap Pembentukan Peraturan Daerah. Instrumen perencanaan Perda dilakukan dalam Prolegda yang disusun bersama antara DPRD dan Pemerntah Daerah. Persiapan Raperda dapat berasal dari Pemerintah Daerah atau berasal dari DPRD (hak inisiatif).
Berkaitan dengan kedelapan tahapan tersebut, maka sesungguhnya peranan DPRD dalam menjalankan fungsi legislasinya bertumpu pada tiga pengertian. Tercakup dalam pengertian fungsi legislasi adalah: Prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); Pembahasan rancangan undang-undang (law making process); serta Persetujuan atas pengesahan rancangan peraturan daerah (law enactment approval).
Inisiatif Pembuatan Perda
Dalam rangka tertib administrasi dan peningkatan kualitas produk hukum daerah, diperlukan suatu proses atau prosedur penyusunan Perda agar lebih terarah dan terkoordinasi. Hal ini disebabkan dalam pembentukan Perda perlu adanya persiapan yang matang dan mendalam, antara lain pengetahuan mengenai materi muatan yang akan diatur dalam Perda, pengetahuan tentang bagaimana menuangkan materi muatan tersebut ke dalam Perda secara singkat tetapi jelas dengan bahasa yang baik serta mudah dipahami, disusun secara sistematis tanpa meninggalkan tata cara yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia dalam penyusunan kalimatnya.
Proses Penyiapan Raperda di lingkungan DPRD Berdasarkan amandemen I dan II Pasal 20 ayat (1) UUD 1945, DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dan berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UUD 1945, anggota-anggota DPR berhak mengajukan usul rancangan Undang-Undang. Begitu pula di tingkat daerah, DPRD memegang kekuasaan membentuk Perda dan anggota DPRD berhak mengajukan usul Raperda. Dalam pelaksanaannya Raperda dari lingkungan DPRD diatur lebih lanjut dalam Peraturan Tata Tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan Raperda atas inisiatif DPRD dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah atau unit kerja yang ditunjuk oleh Kepala Daerah. Setelah itu juga dibentuk Tim Asistensi dengan Sekretariat Daerah atau berada di Biro/Bagian Hukum.
Dibukanya peluang yang sama baik bagi Kepala Daerah maupun bagi DPRD untuk berprakarsa dan berinisiatif dalam menyusun rancangan Peraturan Daerah, tidak terlepas dari tujuan otonomi daerah itu sendiri. Dengan prinsip otonomi seluas-luasnya daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan dilaur yang menjadi urusan pemerintah pusat. Karena itu pula daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah, yang salah satunya adalah dengan jalan membentuk peraturan daerah.
[8]
Kemudian DPRD sebagai lembaga pemerintahan daerah mempunyai kedudukan dan fungsi yang sama dengan Pemerintah Daerah dan membangun dan mengusahakan dukungan dalam penetapan kebijakan Pemerintahan Daerah yang dapat menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Atas kedudukan dan fungsi yang sama itu, maka baik DPRD maupun Kepala Daerah mempunyai hak yang sama dalam melakukan amandemen terhadap Perda dan memiliki hak yang sama dalam melakukan prakarsa dan inisiatif dalam pengajukan rancangan Perda.
[9]
Pembahasan Perda
Rancangan Peraturan Daerah yang telah memperoleh kesepakatan dilaporkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota oleh Sekretaris Daerah disertai dengan Nota Penyampaian Gubernur atau Bupati/Walikota kepada pimpinan DPRD. Proses pembahasan dilaksanakan berdasarkan Peraturan Tata Tertib DPRD. Sebelum dilakukan pembahasan di DPRD, terlebih dahulu dilakukan penjadwalan oleh Panitia Musyawarah DPRD (PANMUS).
Pembahasan pada lingkup DPRD sangat sarat dengan kepentingan politis masing-masing fraksi. Tim kerja dilembaga legislative dilakukan oleh komisi ( A s/d E) yang menjadi counterpart eksekutif. Proses pembahasan diawali dengan Rapat Paripurna DPRD dengan acara Penjelasan Gubernur atau Bupati/Walikota. Selanjutnya Pandangan Umum Fraksi dalam Rapat Paripurna DPRD. Proses berikutnya adalah pembahasan oleh Komisi, gabungan Komisi, atau Panitia Khusus (PANSUS). Dalam proses pembahasan apabila DPRD memandang perlu dapat dilakukan study banding ke daerah lain yang telah memiliki PERDA yang sama dengan substansi RAPERDA yang sedang dibahas. Dalam hal proses pembahasan telah dianggap cukup, selanjutnya pengambilan keputusan dalam Rapat Paripurna DPRD yang didahului dengan pendapat akhir Fraksi.
Terdapat dua tahap penting pembahasan draf raperda, yaitu pada lingkup tim teknis eksekutif dan pembahasan bersama dengan DPRD. Pembahasan pada tim teknis, adalah pembahasan yang lebih merepresentasi pada kepentingan eksekutif. Oleh UU Nomor 10 Tahun 2004, diwajibkan bagi pemerintah untuk memberi kesempatan kepada semua masyarakat berpartisipasi aktif baik secara lisan maupun tulisan (Pasal 53).
Peran Serta Masyarakat
Hal yang baru dan sekaligus sebagai wujud adanya demokratisasi dalam pembentukan hukum yaitu dibukanya ruang bagi partisipasi masyarakat dalam pembentukan hukum. Secara konstruktif yuridis partisipasi masyararakat dalam pembentukan hokum sebagaimana tertuang dalam Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 yaitu : “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertutulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan peraturan daerah”.
Dibukanya ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembentukan hukum ini bertujuan agar hukum yang dihasilkan tidak represif dan sebaliknya melahirkan hukum yang responsif. Dalam paham Nonet dan Selznick
[10] hukum yang responsif itu adalah hukum yang siap mengadopsi paradigma baru dan meninggalkan paradigma lama. Artinya, hukum tidak lagi dilihat sebagai entitas yang berdiri sendiri melainkan dia harus mampu berinteraksi dengan entitas lain dengan tujuan pokok untuk mengadopsi kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.
Sebenarnya, apabila suatu Perda yang rancangannya didahului dengan penyusunan naskah akademik, hal itu sesungguhnya telah memberi sebentuk ruang bagi partisipasi masyarakat publik dalam pembentukan Perda tersebut. Ini tentu saja, apabila naskah akademik itu dilakukan menurut prosedur yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan
[11].
Disamping pembuatan naskah akademik, DPRD juga memiliki peran yang amat penting dalam mengfasilitasi aspirasi masyarakat, baik secara idea (tidak langsung) maupun secara langsung melalui rapat dengar pendapat. Disinilah arti penting perwujudan demokratisasi dalam pemerintahan daerah. Responsifitas anggota dewan terhadap aspirasi masyarakat menjadi amat penting guna mengformulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk produk hukum.
Keikutsertaan masyarakat dalam pembuatan hukum diharapkan menjadi kekuatan kontrol (agent of social control) dan kekuatan penyeimbang antara kepentingan pemerintah dan masyarakat. Dengan dianutnya sistem politik yang demokrastis, kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembentukan hukum lebih terbuka. Dalam pengertian ini, arena hukum menjadi semacam forum politik, dan partisipasi hukum mengandung dimensi politik. Dengan perkataan lain, aksi hukum merupakan wahana bagi kelompok atau organisasi untuk berperan serta dalam menentukan kebijaksanaan umum
[12].
Pengesahan dan Penyebarluasan
Proses pembahasan Rancangan Perda pada hakikatnya mengarah pada ikhtiar musyawarah untuk mencapai mufakat. Pembahasan Raperda tidak menyisakan ruang bagi voting, karena memang kedudukan antara Pemerintah Daerah dan DPRD sederajat. Setiap pembahasan Rapreda menghendaki persetujuan bersama, sehingga karena masing-masing pihak memiliki kedudukan yang seimbang, maka tidak mungkin putusan dapat diambil secara voting. Persetujuan bersama menjadi syarat agar suatu Raperda menjadi Perda.
Rancangan PERDA yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk ditetapkan sebagai PERDA. Penyampaian rancangan PERDA dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Selanjutnya Rancangan PERDA ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama.
Dalam hal rancangan PERDA tidak ditetapkan Gubernur atau Bupati/Walikota dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan tersebut disetujui bersama, rancangan PERDA tersebutsah menjadi PERDA dan wajib diundangkan dengan memuatnya dalam Lembaran Daerah. Rumusan kalimat pengesahan berbunyi: ”Peraturan Daerah ini dinyatakan sah” dengan mencantumkan tanggal sahnya yang dibubuhkan pada halaman terakhir sebelum pengundangan naskah PERDA ke dalam Lembaran Daerah.
Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan (Peraturan Daerah) harus diundangkan dengan menempatkannya dalam Lembaran Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Selanjutnya Pemerintah Daerah wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.

Penutup
DPRD merupakan Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur Lembaga Pemerintahan Daerah. Dalam kedudukannya tersebut DPRD dilengkapi dengan tiga fungsi, yaitu: fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan fungsi legislasi. Peran DPRD dalam menjalankan fungsi legislasinya bertumpu pada tiga pengertian, yaitu :prakarsa pembuatan undang-undang (legislative initiation); Pembahasan rancangan undang-undang (law making process); serta Persetujuan atas pengesahan rancangan peraturan daerah (law enactment approval). Responsifitas anggota dewan terhadap aspirasi masyarakat menjadi amat penting guna mengformulasikan aspirasi masyarakat dalam bentuk produk hukum.



DAFTAR PUSTAKA

Bambang Setyadi, Pembentukan Peraturan Daerah, Buletin Hukum Perbankan Dan Kebanksentralan 1 Volume 5, Nomor 2, Agustus 2007

Boy Yendra Tamin, SH.MH,
Fungsi Legislasi Dprd Dan Pembentukan Peraturan Daerah, diunduh dari http://boyyendratamin.com/artikel-9-fungsi-legislasi-dprd-dan-pembentukan-peraturan-daerah.html, tanggal 10 Juli 2009.

Jimly Assidiqie, 2005, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Konpres, Jakarta

Jimly Assidiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konpres, Jakarta

Mulyana W. Kusumah, 1986, Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Rajawali, Jakarta.

Philippe Nonet & Selzniick, Hukum Responsif, Pilihan di Masa Depan, Huma, Jakarta, 2003.

Soenobo Wirjosoegito. 2004. Proses & Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik

Peraturan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang





[1] Boy Yendra Tamin, SH.MH, Fungsi Legislasi Dprd Dan Pembentukan Peraturan Daerah, diunduh dari http://boyyendratamin.com/artikel-9-fungsi-legislasi-dprd-dan-pembentukan-peraturan-daerah.html, tanggal 10 Juli 2009.

[2] Lihat Pasal 5 UUD sebelum dan setelah Perubahan.
[3] Op. cit, hal 2
[4] Soenobo Wirjosoegito. 2004. Proses & Perencanaan Peraturan Perundang-Undangan. Jakarta : Ghalia Indonesia, Hal.23
[5] Pasal 45 Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
[6] Jimly Assidiqie, 2005, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid II, Konpres, Jakarta, hal.32
[7] Jenis-jenis peraturan perundang-undangan tersebut diuraikan lebih lanjut dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (4) UU No.10 Tahun 2004
[8] Boy Yendra Tamin, SH.MH, Fungsi Legislasi DPRD dan Pembentukan Peraturan Daerah, diunduh dari http://boyyendratamin.com/artikel-9-fungsi-legislasi-dprd-dan-pembentukan-peraturan-daerah.html, tanggal 10 Juli 2009
[9] ibid.
[10] Philippe Nonet & Selzniick, Hukum Responsif, Pilihan di Masa Depan, Huma, Jakarta, 2003, hlm.59-61.
[11] Boy Yendra Tamin, SH.MH, Fungsi Legislasi Dprd Dan Pembentukan Peraturan Daerah, diunduh dari http://boyyendratamin.com/artikel-9-fungsi-legislasi-dprd-dan-pembentukan-peraturan-daerah.html, tanggal 10 Juli 2009
[12] Mulyana W. Kusumah, 1986, Perspektif, Teori, dan Kebijaksanaan Hukum, Rajawali, Jakarta, hlm. 18.